OFFICE POLITICS

Kemarin pagi, saya mendengar curhatan salah satu teman di kantor. “Gila..diperusahaan ini orang-orang mulai berpolitik”. Saya tidak menanggapi curhatan tersebut dengan serius, sampai dia mengatakan satu hal “Bisa hancur kita kalau office politics dibiarkan merajalela”. Apa sebenarnya office politics? Apa karena akhir-akhir ini kita di jejali dengan hingar bingarnya kabar politik, yang sebagian besar penuh intrik, sehingga kita memberikan label “jelek” juga pada office politics?

GET THINGS DONE

Salah satu hal paling mendasar dalam sebuah organisasi adalah “get things done”. Tidak ada organisasi yang berhasil kalau tidak ada hal yang bisa dielesaikan. Masalahnya organisasi bukanlah mesin, yang mempunyai input, process dan output yang precise dan well-defined. Kita tidak bisa hanya mengeluarkan perintah “kerjakan” pada sekumpulan orang yang bekerja disebuah organisasi dan kemudian mengharapkan beberapa saat kemudian mendapatkan hasil yang kita inginkan. Kenapa? Karena organisasi itu complex dan didalam organisasi ada karyawan dan karyawan mempunyai personal interest dan prioritas yang tak jarang tumpang tindih dengan interest/prioritas organisasi.

Selain itu, kita juga tidak hidup dalam dunia dimana “good ideas sell themselves”. Tidak pernah saya menyaksikan seorang manager mempresentasikan ide briliannya dan kemudian semua orang serta merta dan secara sukarela menyatakan dukungan dan memberikan sumber daya yang mereka punyai untuk melaksanakan ide tersebut. Dalam dunia nyata, dimana sumber daya serba terbatas dan masing-masing orang mempunyai ide briliannya sendiri, dukungan harus diupayakan dan didapatkan dengan berbagai cara.

Lazimnya, ketika kita menduduki posisi managerial, kita diajari tentang pentingnya “influencing others” untuk mendapatkan dukungan untuk menyelesaikan sebuah tugas. Hal itu mungkin relative lebih mudah dilakukan dengan bahwan kita, tetapi manager juga perlu mendapatkan dukungan dari peers, atasan, vendor, contractor, supplier, dan pemangku kepentingan lain. Untuk meng”influence” bawahan, mungkin kita bisa mengandalkan kewenangan (authority) yang menempel pada jabatan kita, tetapi kewenangan kita mungkin tidak bisa menjangkau pihak lain yang berada diluar lingkup bagian/organisasi yang kita pimpin. Lalu, kalau bukan kewenangan, apa yang bisa kita gunakan untuk membuat orang lain (atau pihak lain) mau mendukung kita?

POWER, ORGANIZATION SAVVINESS & POLITICS

Saya menyebut kemampuan untuk ”get things done” ini sebagai power. Kenapa saya sebut power? Karena levelnya lebih tinggi dibandingkan kewenangan. Kalau kewenangan mungkin hanya efektif kalau berhadapan dengan bawahan, maka power ini bisa digunakan ketika berhubungan dengan atasan, peers, atau pemangku kepentingan lain. Power adalah kemampuan seseorang (atau sebuah group, atau organisasi) untuk membuat orang lain, group atau organisasi lain untuk melakukan hal tertentu yang dalam kondisi normal tidak akan mereka lakukan (secara sukarela).

Bagaimana seseorang/bagian/organisasi bisa memiliki power? Selain kewenangan yang telah diulas diatas, power bisa berasal dari “organizational savviness”. Jika seorang manager memahami degree of dependence dan social process/context yang ada didalam organisasi dan kemudian savvy enough untuk membangun mutual understanding dan juga positive relationship dengan berbagai elemen yang ada, maka dia mempunyai potensi untuk bisa menggerakkan elemen tersebut untuk menyelesaikan sebuah pekerjaan. Satu hal yang sangat lekat dengan organizational savvy adalah office politics. Office politics adalah upaya untuk mendapatkan dukungan pihak lain supaya mereka memihak kepada kita, atau mendukung ide yang kita usung. Contohnya, ketika kita memberikan sebuah informasi kepada rekan kerja kita sehingga mereka mendukung ide yang kita sampaikan, kita sedang mempraktekkan office politics. Kalau kita memberikan dukungan kepada manager lain, untuk kemudian mendapatkan “balas budi” dikemudian hari ketika kita membutuhkan, itu office politics. Kalau kita meminta bantuan atasan kita atau prominent figures in the organization untuk meyakinkan pihak tertentu itu juga office politics. Dan menurut saya tidak ada yang salah dengan hal itu selama tidak ada “manipulasi” didalamnya dan kita melakukanya dengan genuine interest. Hal yang saya sebutkan diatas adalah bagian dari organizational savviness karena hal tersebut dilakukan atas dasar pemahaman mendalam akan social process dan inter-dependency yang ada dalam sebuah organisasi. In order to be organizational savvy, you have to do some political acts. Kita tidak bisa polos-polos, lurus-lurus, mengandalkan diri sendiri dan kewenangan yang menempel didalam jabatan kita untuk menyelesaikan tugas dan tanggung jawab kita secara efektif.

Yang menyematkan image negative terhadap term “politic” dan menurut saya ini cukup lazim terjadi dibeberapa organisasi adalah “influencing by deceiving”. Ini yang mungkin dipahami teman saya yang curhat tentang Office politics. Mungkin dia berpikir bahwa office politics selalu terkait dengan aksi sikut-sikutan, aksi saling memanipulasi, aksi saling menipu dan mengambil keuntungan. Mungkin dia berpikir bahwa kita-kita ini sekumpulan Bento, yang penuh aksi tipu-tipu, lobi dan upeti…..