Forwarded message: Indria Ratna Hapsari

Selamat malam bapak dan ibu semuanya..yang masih di jalan, di rumah, nongkrong di angkringan, cafe
Sudah jam 8 malam..waktunya kita memulai Kulgram malam ini
Sebelum kita memulai kulgram, seperti biasa saya akan menuliskan kembali rules selama kulgram.
1. Peserta Kulgram diminta untuk tidak menyela (dengan chat) baik komentar ataupun pertanyaan kecuali diminta oleh moderator.
2. Pertanyaan Kulgram bisa dikirimkan ke link ini [https://www.rumahmsdm.com/pertanyaan-kulgram/].

Topik kulgram malam ini adalah Implementasi Sertifikasi Profesi berbasis SKKNI di Perusahaan – PT Spindo, Tbk dengan pemateri Pak Anton Subagiyanto

Saya akan menjelaskan sedikit mengenai pengalaman pak Anton
Bapak Drs. Anton Subagiyanto memiliki latar belakang pendidikan dari American University of Hawaii, Master of Science (MSc) in Human Resources Management (HRM) dan Master of Business Administration (MBA) in General Management. Pak Anton sebelumnya menempuh pendidikan di
Universitas Putra Bangsa Surabaya, jurusan Psikologi Industri.
Universitas 17 Agustus 1945 Surabaya, jurusan Ekonomi (Manajemen).
​Dan di Institut Teknologi Surabaya (ITS) jurusan Matematika.

Dari sekian banyaknya pendidikan non formal yang telah diikuti oleh pak Anton, dua training yang diikuti beliau berkaitan dengan topik Kulgram malam ini adalah Penyusunan Standar Kompetensi Sesuai Format SKKNI, diselenggarakan oleh Badan Nasional Sertifikasi Profesi (BNSP) dan Pelatihan Sertifikasi Assessor yang juga diselenggarakan oleh Badan Nasional Sertifikasi Profesi (BNSP).

Pak Anton memiliki perjalanan karir yang cukup panjang. Dimulai dari tahun 1979 di PT. Unilever Indonesia Surabaya sebagai Manager Personalia. Kemudian bekerja di Ometraco Group sebagai Kepala Divisi HR untuk area Indonesia Timur.

Beliau juga pernah bekerja di Dirgahayu Group, HM Sampoerna Group dan PT Phillips Ralin Electronics Indonesia. Dan sejak tahun 2000 sampai sekarang, pak Anton bekerja di PT Steel Pipe Industry of Indonesia (PT SPINDO) sebagai HR & GA Director.

Pak Anton juga aktif berbagi pengalaman dengan menjadi Dosen Tetap dan Dosen Tamu di beberapa universitas di Surabaya baik Universitas Negeri maupun Swasta. Serta sering menjadi pembicara di berbagai seminar, workshop yang berkaitan dengan MSDM.

Selain aktivitas bekerja dan mengajar, kesibukan lain beliau sekarang adalah sebagai ketua organisasi PMSM (Perhimpunan Managemen Sumberdaya Manusia) Jawa Timur. Dan sebagai Wakil Ketua Apindo Jawa Timur.
Itulah sekilas pengalaman pak Anton Subagiyanto. Sebelum saya mempersilahkan pak Anton untuk memulai kulgram, saya mengucapkan terima kepada pak Anton yang telah bersedia berbagi di Rumah MSDM.

Silahkan pak Anton untuk dimulai. Pak Anton memiliki waktu sampai jam 9 malam untuk berbagi materi kemudian dilanjutkan dengan 1 jam untuk sesi tanya jawab. Monggo pak..

Forwarded message: Anton Subagiyanto
Terima kasih mbak Indria yang baik hati dan rekan-rekan in service.
Selamat malam bapak ibu dan rekan semua disini.
Saya akan membawakan materi Kulgram dengan topik Implementasi Sertifikasi Profesi Berbasis SKKNI di Perusahaan, berbagi pengalaman bersama PT. Spindo, Tbk.
Semoga saya bisa memaparkan dengan jelas semua ini dalam waktu dan media yang terbatas ini.
Dengan tujuan bagaimana memahami proses untuk membuat seluruh tenaga kerja diperusahaan menjadi kompeten (tersertifikasi) dalam menjalankan tugasnya sehari-hari.

Saya akan mulai dengan beberapa definisi:
SKKNI (Standar Kompetensi Kerja Nasional Indonesia) adalah rumusan kemampuan ker-ja yang mencakup aspek Pengetahuan (knowledge), Keterampilan dan/atau Keahlian (skills) serta Sikap kerja (attitude) yang relevan dengan pelaksanaan tugas dan syarat jabatan yang ditetapkan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Unit Kompetensi adalah bentuk pernyataan terhadap tugas atau pekerjaan yang akan dilakukan.
Elemen kompetensi adalah bagian kecil dari unit kompetensi yang mengidentifikasikan tugas-tugas yang harus dikerjakan untuk mencapai unit kompetensi.
Kriteria Unjuk Kerja adalah bentuk pernyataan menggambarkan kegiatan yang harus di-kerjakan untuk memperagakan kompetensi di setiap elemen kompetensi.
Kriteria unjuk kerja harus mencerminkan aktifitas yang menggambarkan 3 (tiga) aspek yang terdiri dari unsur- unsur pengetahuan, ketrampilan dan sikap kerja.
Dengan dikuasainya kompetensi sesuai dengan standar yang telah ditetapkan maka seseorang mampu:
1. Mengerjakan tugas atau pekerjaannya secara profesional;
2. Mengorganisasikan pekerjaan agar dapat dilaksanakan secara baik;
3. Menentukan tahapan yang harus dilakukan pada saat terjadi sesuatu yang berbeda dengan rencana semula;
4. Menggunakan kemampuan yang dimilikinya untuk memecahkan masalah atau melaksanakan tugas dengan kondisi yang berbeda.
5. Mengevaluasi tugas dan tanggung jawabnya.

Untuk diperhatikan, pembahasan di topik saya ini tidak terbatas pada SKKNI MSDM saja melainkan SKKNI secara keseluruhan sebagai “competency based”. Jadi jangan dicampur ya pemahamannya supaya tidak bingung.

Mbak jari tua kok beda ya lama2 kok kemeng heee tak goyang2 dulu

Forwarded message: Indria Ratna Hapsari
boleh2 pak..
Wedang jahe diminum dulu

Forwarded message: Anton Subagiyanto
oke

Forwarded message: Indria Ratna Hapsari
sekalian saya mengingatkan untuk bapak ibu yang ingin mengajukan pertanyaan bisa melalui https://www.rumahmsdm.com/pertanyaan-kulgram/

Sedikit mengulang dari materi di atas. Jadi malam ini kita tidak membahas khusus mengenai pengalaman melaksanakan SKKNI MSDM saja tapi lebih general ke fungsi-fungsi yang lain juga.
jari sudah gak kemeng lagi pak Anton?

Forwarded message: Anton Subagiyanto
udah enakan dan wedang jahe 1 gelas plus pisang goreng bablas
Saya lanjutkan ya mbak

Forwarded message: Indria Ratna Hapsari
Silahkan pak Anton. Pisang goreng bisa dikirim ke Jakarta juga..

Forwarded message: Anton Subagiyanto
Untuk mengimplementasikan sertifikasi profesi berbasis SKKNI di perusahaan maka diperlukan 10 langkah-langkah strategis.
1. Siapa sebagai inisiator penerapan SKKNI.
2. Perlunya komitmen top manajemen dalam penerapan SKKNI.
3. Melakukan pemilihan SKKNI yang sesuai dengan perusahaan.
4. Melakukan sosialisasi awareness kompetensi.
5. Mencetak asesor kompetensi.
6. Matching and mapping job description setiap jabatan dengan Unit Kompetensi SKKNI dan SKK.
7. Membuat SOP asesmen kompetensi.
8. Melaksanakan asesmen kompetensi.
9. Memberikan penghargaan kompetensi.
10. Implementasi berkelanjutan / Go Live.

Dan setelah itu saya akan menjelaskan sedikit mengenai pengaruh implementasi ser-tifkasi kompetensi berbasis SKKNI ini terhadap produktivitas.
Kalau diringkas milestone implementasi adalah seperti gambar dibawah ini:

Baiklah, saya akan mulai menjelaskan dari langkah pertama. Yang paling awal sekali adalah:
1. Siapa sebagai inisiator penerapan SKKNI.
Apakah departemen/divisi/direktorat HR atau departemen/divisi/direktorat non HR?
Kemudian insiator tersebut berada di level apa di perusahaan atau departemen terse-but, karena hal tersebut akan sangat menentukan kemungkinan keberhasilan didalam implementasinya nanti.

Misal, bila inisiatornya hanya seorang staf atau seorang supervisor maka kemung-kinan tingkat keberhasilan implementasi di perusahaan akan sangat kecil. Namun apabila inisiatornya adalah Direktur HR atau Presdirnya sendiri atau Owner maka kemungkinan tingkat keberhasilan implementasi sangat besar.
Khususnya di PT Spindo Tbk., sebagai inisiator adalah Direktur HR.
Yang dimaksud keberhasilan disini adalah baru sebatas keberhasilan untuk meng-inisiasi implementasi. Untuk sampai pada keberhasilan implementasi, masih ada langkah yang harus dilakukan. Sabar.

Sekarang kita masuk langkah kedua (dari sepuluh langkah).

2. Perlunya komitmen top manajemen dalam penerapan SKKNI.
Sebelum sampai kesitu maka, inisiator yang dimaksud di nomor satu di atas bila dia orang HR maka harus benar-benar memahami dan menguasai terlebih dahulu apa itu SKKNI. Secara definisi sudah saya cantumkan diatas.
Selanjutnya, baru bagaimana kita menjual SKKNI kepada pimpinan tertinggi perus-ahaan agar mendapatkan komitmen.
Hal tersebut sebetulnya cukup mudah, namun sulit dilaksanakan.

Yaitu dengan fakta-fakta pendukung sebagai berikut:
– Kondisi MEA yang sudah mengarahkan kepada kompetensi (tenaga kerja yang kompeten).
– UU no 3 tahun 2014 (Perindustrian) pada pasal 18-19 dan seterusnya mensyaratkan bahwa tenaga kerja industri harus memiliki kompetensi yang sesuai dengan SKKNI. Dan menurut saya, nanti kedepan produk-produk SNI wajib dikerjakan oleh tenaga kerja yang memiliki sertifikasi kompetensi berbasis SKKNI.
– Tuntutan Wajib Kompetensi Profesi dari Sistem Industri, antara lain
– ISO 17025/ SNI 19-17025 : LAB
– SHACCP+ISO 22000 : INDUSTRI PANGAN
– ISO 15189 : KLINIK
– ISO 14000/SNI 19-14000 : LINGKUNGAN
– CAC/RCP1/SNI 01-4852 : PERTANIAN
– DLL
Dengan demikian maka kita mengharapkan top manajemen bisa memberikan komitmen dalam penerapan implementasi ini.
Lanjut …

3. Melakukan pemilihan SKKNI yang sesuai dengan perusahaan.
Setelah mendapatkan komitmen dari top manajemen, kita mulai memilih SKKNI sesuai dengan kebutuhan dari perusahaan kita.

Dan sampai saat ini sudah ada lebih dari 500 SKKNI sektor. Dibawah ini saya capture beberapa SKKNI:

SKKNI yang dipilih oleh PT. Spindo, Tbk adalah SKKNI Sektor Logam Mesin karena ini yang sesuai dengan bisnis perusahaan.

Lebih lengkapnya silahkan mengunjungi website BNSP.

Langkah selanjutnya:

4. Melakukan sosialisasi awareness kompetensi.
Kemudian tahap berikutnya adalah sosialisasi, yang pertama adalah kepada para manager / kepala departemen / kepala divisi. Kemudian kepada karyawan. Dan selanjut-nya, bila ada serikat pekerja, seyogyanya disosialisasikan juga kepada pengurus serikat pekerja. Supaya nanti dalam proses implementasi, mereka (serikat pekerja) juga ikut mendukung penuh. Sosialisasi ini didokumentasikan.
Sekarang langkah kelima

5. Mencetak asesor kompetensi.
Sebelum mencetak asesor kompetensi, maka kita perlu membentuk team implemen-tasi SKKNI, dulu perusahaan menyebutnya Team CBT/A (Competency Based Training / Assesment). Biasanya terdiri dari Ketua, Wakil Ketua, Sekretaris, SME (subject matter ex-pert), HR Manager, Direktur HR dan Anggota team. Dimana strukturnya langsung di bawah Direktur HR.

Tugas- tugasnya, misalnya seperti dibawah ini:

Ketua:
– Mengkoordinir seluruh kegiatan implementasi di perusahaan.
– Mengusulkan ke direksi: anggaran, pelatihan dan kegiatan lain berkaitan dengan implementasi.
– Memastikan implementasi sesuai dengan target.

Anggota team:
– Membuat standar kompetensi jabatan yang ada di departemen masing-masing.
– Mempresentasikan standar kompetensi yang sudah dibuat.
– Memberikan masukan standar kompetensi dari departemen lain.

SME:
– Memberikan validasi standar kompetensi yang telah dibuat dan dipresentasikan.
– Menunjuk personil yang akan diusulkan mengikuti pelatihan asesor.
– Menunjuk personil yang akan membuat standar kompetensi untuk unit masing-masing

HR Manager:
– Mengkoordinir kegiatan sosialisasi SKKNI di unit masing-masing.
– Mendokumentasikan hasil asesmen.
– Membuat analisis kebutuhan pelatihan berbasis kompetensi.

Direktur HR:
– Memberikan approval standar kompetensi yang telah divalidasi oleh SME.
– Memberikan approval anggaran.
– Memberikan pengarahan dan policy atas pelaksanaan SKKNI.

Dan lain-lain. Silakan dilanjutkan sendiri.

Langkah kelima tadi, adalah mencetak asesor kompetensi, penjelasan diatas baru men-jelaskan pembentukan team implementasi SKKNI yang tujuan akhirnya adalah bagaimana membuat seluruh tenaga kerja diperusahaan menjadi kompeten dalam men-jalankan tugasnya.
Untuk mencetak asesor kompetensi pada langkah yang awal, bisa bekerjasama dengan LSP (Lembaga Sertifikasi Profesi) terkait. Nanti LSP yang akan mengurus ijin kepada BNSP. Itu saja. Saya berikan langkah yang paling mudah, supaya yang jadi bagian LSP tidak perlu bikin kita pusing.
Setelah memiliki asesor, sebaiknya kita juga mencetak master asesor. Karena dengan memiliki master asesor, kita bias lebih mudah mencetak asesor – asesor internal.
Sampai saat ini di PT. Spindo Tbk. telah memiliki 44 asesor dengan sertifikat BNSP dan 101 asesor internal serta 1 Master Asesor. Sebelumnya kami memiliki 6 Master Asesor, yang 5 sudah laku.

Forwarded message: Indria Ratna Hapsari
maaf pak Anton, jari udah mulai kemeng?

Forwarded message: Anton Subagiyanto
Iya mbak tak minum wedang ronde dulu ya

Forwarded message: Indria Ratna Hapsari
ronde atau rone?
tadi kayaknya wedang jahe..kayaknya menu banyak nih

Forwarded message: Anton Subagiyanto
hehehe

Forwarded message: Indria Ratna Hapsari
sambil menunggu pak Anton menikmati wedang ronde, bagi bapak ibu yang ingin mengajukan pertanyaan bisa ke link https://www.rumahmsdm.com/pertanyaan-kulgram/

Pak Anton sudah menerangkan 5 langkah pertama yang harus dilakukan dalam implementasi SKKNI..
1. Siapa sebagai inisiator penerapan SKKNI.
2. Perlunya komitmen top manajemen dalam penerapan SKKNI.
3. Melakukan pemilihan SKKNI yang sesuai dengan perusahaan.
4. Melakukan sosialisasi awareness kompetensi.
5. Mencetak asesor kompetensi.

Untuk menjamim tingkat keberhasilan di awal, maka inisiator memiliki peranan penting untuk mendapatkan komitmen top management
Monggo kalo mau dilanjutkan lagi pak Anton

Forwarded message: Anton Subagiyanto
baik mbak, sebelum saya lanjutkan, mohon ijin minta tambahan waktu 10 menit ya untuk menyelesaikan pemaparan ini

Forwarded message: Indria Ratna Hapsari
Silahkan pak Anton

Forwarded message: Anton Subagiyanto
Kita masuk langkah yang selanjutnya:

6. Matching and mapping job description setiap jabatan dengan Unit Kompetensi SKKNI dan SKK.
Sebelum dilakukan mapping and matching job description maka perusahaan seha-rusnya sudah memiliki job description yang isinya bisa merefleksikan adanya unit kompe-tensi yang diperlukan disitu. Pada langkah ini pengalaman saya membutuhkan waktu cukup lama.
Selanjutnya kita menentukan Unit Kompetensi (dari SKKNI) yang sesuai dengan job description. Jika tidak ada di SKKNI maka kita membuat unit kompetensi sendiri yang disebut SKK, Standar Kompetensi Khusus.
Untuk pembuatan SKK, diperlukan pelatihan yang dibimbing oleh BNSP.
PT. Spindo Tbk. mengambil SKKNI-nya dari Sektor Logam Mesin, seperti gambar di atas. Dari 234 unit kompetensi (UK) yang terdapat didalam sektor Logam Mesin hanya 91 UK SKKNI yang bisa digunakan oleh perusahaan. Sedangkan UK yang lainnya dibuat sendiri yaitu sebanyak 157 SKK (Standar Kompetensi Khusus).

Dibawah ini adalah Unit Kompetensi yang diambil dari SKKNI dan yang dibuat sendiri oleh Spindo (SKK), saya capture sebagian.

 

Kalau diperhatikan pada gambar diatas, baris yang berwarna kuning adalah unit kompetensi yang diambil dari SKKNI, sedang yang tidak berwarna adalah unit kompeten-si yang dibuat sendiri (SKK).
Nanti akhirnya setiap jabatan memiliki kompetensi seperti ini:

Di atas adalah salah satu contoh kompetensi yang harus dimiliki oleh operator mesin slitter.
Langkah berikutnya

7. Membuat SOP asesmen kompetensi.
Selanjutnya setelah semua siap, maka kita membuat SOP asesmen kompetensi. Agar lebih menjelaskan, saya akan berikan dengan screen capture dibawah ini:

Di atas adalah cuplikan SOP Asesmen. Kalau sudah punya program HRIS atau sejenisnya bisa dibuatkan pedoman pemakaian program asesmen kompetensi. Sebagaimana contoh gambar dibawah ini:

Selanjutnya,

8. Melaksanakan asesmen kompetensi.
Sebelum melaksanakan asesmen kompetensi maka perlu dibuatkan SK penunjukan asesor. Saya berikan contoh sedikit:

Setelah adanya SK ini, maka dibuatlah jadwal asesmen.
Sebelum mereka diases, asesi harus belajar dulu, dan materinya disiapkan di Learning Guide.
Setelah itu melaksanakan asesmen kompetensi sesuai dengan jadwal yang diten-tukan. Materi uji kompetensinya seperti contoh.

Berikut contoh
– Learning Guide
– Jadwal Pelaksanaan Asesmen.
– Materi Uji Kompetensi

9. Memberikan penghargaan kompetensi.
Dari hasil asesmen maka bagi yang kompeten dikeluarkanlah sertifikat kompetensi. Contoh gambar dibawah ini:

Jadi kita bekerja dari awal sampai asesmen tadi, maka wujudnya yang disebut sertif-ikat kompetensi profesi di perusahaan adalah pada gambar di atas.
Selesai semua proses asesmen, sebaiknya diberikan penghargaan. Penghargaan ini diberikan sekali saja dalam bentuk financial, baik bagi asesor maupun asesi. Dan di-umumkan kepada seluruh karyawan.

Contoh penghargaan kompetensi (informasi yang confidential saya tutup).

Selanjutnya penghargaan yang non finansial masuk di dalam go live. Penghargaan tersebut dikaitkan dengan promosi jabatan. Bahwa kompetensi sebagai prasyarat dalam promosi jabatan, selain juga penilaian prestasi/performance.

10. Implementasi berkelanjutan / Go Live.
Dalam langkah ini kompetensi berbasis SKKNI sudah menjadi bagian kehidupan sehari-hari di dalam pekerjaan.
Jadi kalau orang melaksanakan fungsi tertentu sesuai dengan job descriptionnya maka orang tersebut harus kompeten terhadap jabatannya, tentu saja setelah melalui proses asesmen pada semua unit kompetensi yang disyaratkan pada jabatannya.
Bagian terakhir dari topik saya malam ini, adalah yang paling ditunggu-tunggu. Yaitu apa dampak implementasi kompetensi berbasis SKKNI ini terhadap produktivitas.
Berikut saya berikan beberapa fakta dalam grafik:

Sebenarnya masih banyak data detail yang mendukung impact tersebut namun beberapa hal yang confidential tidak dapat saya sampaikan disini. Terutama tonase produksi per plant, dll.

Demikian pemaparan dari saya mengenai topik ini. Semoga dapat memberi manfaat kepada semua member Rumah MSDM.
Terima kasih dan selamat malam.
Monggo mbak yang cantik untuk dilanjut hehe

Forwarded message: Indria Ratna Hapsari
Wow..melihat impact penerapan SKKNI terhadap produktivitas dan laba perusahaan sangat impresive
Materi nya sangat jelas. Terima kasih banyak pak Anton. Saya akan memberikan waktu sedikit bagi bapak dan ibu untuk membaca kembali materi nya sambil menunggu pertanyaan yang masuk

Forwarded message: Anton Subagiyanto
Baik mbak

Forwarded message: Indria Ratna Hapsari
Monggo diminum wedang ronde nya pak..

Forwarded message: Anton Subagiyanto
Ini sedang minum mbak.. sambil makan tempe

Forwarded message: Indria Ratna Hapsari
pisang goreng, tempe, wedang jahe, wedang ronde…kenyang banget selesai kulgram :blush:
saya ada pertanyaan, boleh ya pak Anton

Forwarded message: Anton Subagiyanto
silakan mbak

Forwarded message: Indria Ratna Hapsari
Kalau dilihat dari pengalaman penerapan SKKNI di Spindo, sepertinya dilihat dari materi di atas lancar2 saja. Tapi boleh tahu apa yang menjadi challenge selama penerapan tersebut?

Forwarded message: Anton Subagiyanto
Yang menjadi challenge atau tantangan.
Yang paling berat adalah, meyakinkan anggota BOD bahwa dengan mengimplementasikan ini maka kita bisa mengejar ketinggalan dari kualitas SDM kita yang saat itu jauh dari kompeten.

Selain itu, tantangan di mddle management. Dan ini biasa terjadi, dengan sikap yang merasa bisa merasa tau merasa kompeten tapi enggan melaksanakan. Oleh karena itu BOD harus men-drive mereka. Bila perlu keberhasilan implementasi diukur dengan bonus yang akan diterima.

Saya kira itu tantangan yang paling sering dihadapi dalam mengimplementasikan program apapun.
Kalau non management manut saja.
Begitu mbak Indria..semoga menjawab

Forwarded message: Indria Ratna Hapsari
jadi kunci nya ada di top management. Melihat gambar pertama yang mengenai milestone, dari langkah awal sampai langkah 10, itu dibutuhkan waktu 8 tahun. Hal-hal apa yang bisa dilakukan sehingga milestone itu bisa dipercepat ya pak? kadang top management juga gak sabar untuk melihat resultnya

Forwarded message: Anton Subagiyanto
Memang kondisi saat itu belum ada BNSP. Masih embrio, yaitu project IAPSD (Indonesia Australia Programme for Skill Development)
*semoga gak salah ngetiknya, bisa di google aja lebih pastinya
Jadi intinya, itulah awal SKKNI. Karena sekarang infrastruktur SKKNI ini sudah cukup lengkap, maka menurut saya paling lama 3 tahun bisa go live. Dengan catatan, kalau mau mengimplementasi HR Managernya jangan pindah dulu dari perusahaan 🙂
Begitu mbak.. jadi sekarang tidak perlu selama waktu saya dulu mengimplementasikan..
silakan mbak Indria..

Forwarded message: Indria Ratna Hapsari
terima kasih pak Anton
Saya sudah ada beberapa pertanyaan yang masuk
Ahmad Zaki Irfan (PT Bank BRISyariah)
Assalamu’alaikum, selamat malam semua
Terkait implementasi SKKNI, saya ingin bertanya soal poin ke -4, yaitu melakukan sosialisasi awareness kompetensi.
Apa saja cara efektif untuk menjual program SKKNI kepada karyawan lain? karena untuk yang belum paham, kemungkinan akan beropini bahwa merepotkan sekali untuk mencapai kompetensi2 yang harus dicapai pada posisi jabatan tertentu. Jadi cara seperti apa yang bisa dilakukan agar program SKKNI mudah dan cepat diterima serta dipahami oleh karyawan?
Sekian, Terimakasih

Forwarded message: Anton Subagiyanto
Saya baca dulu

Terima kasih pertanyaannya, saya akan coba menjawab.
Sebetulnya sosialisasi kepada karyawan itu tidak susah. Yang lebih susah adalah sosialisasi ke atas. Terutama di middle management. Walaupun sudah ada komitmen dari top management. Itu pengalaman saya.
Kita menjualnya bukan kepada karyawan. Kembali lagi seperti penjelasan saya tadi, kita menjual kepada top management.
Kalau kepada karyawan adalah mensosialisasikan saja, atas keputusan top management.
Jadi jangan dibalik Pak. Kalau langkah menjual kepada top management sudah berhasil dilaksanakan dan top management sudah komitmen, mensosialisasikan bukan menjadi tugas berat.
Begitu dari saya, semoga menjawab Pak Ahmad Zaki Irfan.
Saya kembalikan ke mbak Indria ..silakan

Forwarded message: Indria Ratna Hapsari
Lanjut ke pertanyaanya berikutnya ya pak

Forwarded message: Anton Subagiyanto
Silakan mbak ..

Forwarded message: Indria Ratna Hapsari
Selamat malam Pak Anton, sebagai seorang yg baru belajar HR ada hal yg saya tanyakan:
1. Jika karyawan nantinya telah tersertifikasi SKKNI bukankah hal tsb akan menjadi keuntungan bagi ybs utk bisa ‘loncat’ ke tempat lain pak?
2. Jika kedepan SKKNI dibutuhkan dlm HR, bagaimana dg sertifikasi semacam CHRM, CHRP, CIRP dsb? Apakah sertifikasi SKKNI sdh cukup?

Forwarded message: Anton Subagiyanto
Terima kasih atas pertanyaan Pak Afif. Saya akan mencoba menjawab satu persatu.
1. Kalau kita melihat secara mikro, jawabnya iya, memang benar. Kita yang sepertinya akan dirugikan. Karena sudah mendidik orang kompeten, kok pergi. Namun bila kita melihat secara makro, maka pekerja Indonesia nantinya akan kompeten dan bangsa ini memiliki tenaga kerja kompeten yang bisa berkompetisi dengan negara lain.
Sebaiknya, bagi orang-orang yang kompeten ini harus diikuti dengan sistem remunerasi yang bisa mendukung sehingga mereka-mereka ini tidak pergi.

Selanjutnya pertanyaan kedua:
2. Menurut saya itu semua terpulang kembali kepada individu yang bersangkutan. Apakah memang mau semua sertifikat itu mau dicapai atau fokus kepada satu sertifikat yang memang sudah diatur didalam peraturan perundang-undangan di Indonesia. Memang lebih indah sertifikasi SKKNI sudah ditangan, dan kita punya tambahan lain CHRM, CHRP, CIRP, dsbnya sebagai nilai tambah.
Namun yang penting, esensinya dari profesi HR adalah performance di perusahaan. Apakah dengan kompetensi kita (sertifikat yang disebutkan), kita bisa memberikan kontribusi yang significant terhadap produktivitas perusahaan.

Untuk diketahui, semua team HR saya belum ada yang tersertifikasi SKKNI MSDM. Maupun CHRM, CHRP, CIRP, dll. Namun mampu memberikan kontribusi bahwa seluruh tenaga kerja di perusahaan tersertifikasi sesuai fungsi dan jabatannya. Dan menurut hemat saya, ini yang lebih diperlukan perusahaan.

Demikian semoga menjawab Pak Afif.
Saya kembalikan ke mbak moderator cantik.

Forwarded message: Indria Ratna Hapsari
jadi intinya adalah performance kita sebagai orang HR di perusahaan. Kontribusi nya seperti apa..lepas dari segala sertifikat yang kita punyai..benar begitu kah kesimpulannya pak Anton?

Forwarded message: Anton Subagiyanto
Benar mbak Indria, itu yang selalu CEO atau owner harapkan dari performance profesi kita ini.
Mbak Indria mengemas dalam kalimat yang lebih pas.
Terima kasih.
Silakan …

Forwarded message: Indria Ratna Hapsari
Satu pertanyaan lagi ya pak

Forwarded message: Anton Subagiyanto
Silakan…

Forwarded message: Indria Ratna Hapsari
Zakiya (RS Mata Fatma Sidoarjo):
Makasih pak anton atas penjelasannya,saya ada pertanyaan sedikit pak.
1.SKKNI di sektor pelayanan kesehatan sub Rumah Sakit apakah sudah ditetapkan juga?
2. Jika perusahaan tidak mendukung kompetensi berbasis SKKNI,apakah kompetensi ini bisa dilakukan secara mandiri pak?

Forwarded message: Anton Subagiyanto
Baik, ijin baca dulu.

Forwarded message: Indria Ratna Hapsari
Diijinkan :blush:

Forwarded message: Anton Subagiyanto
Pertanyaan pertama, sebentar saya coba lihat di catatan saya.

Bu Zakiya, saya punya daftar SKKNI yang masih jumlahnya 478. Saya agak kurang cepat mencarinya, maklum jari tua. Silakan Ibu coba cari sendiri. File nya saya kirim kesini.
Dan kalau masih kurang, bisa dicari di website BNSP langsung.
Daftar SKKNI (478)

Menjawab pertanyaan kedua:
Yang dimaksud disini apakah mengikuti Uji Kompetensinya melaui LSP?
Kalau ini yang dimaksud, bisa saja Bu.
Atau mungkin saya yang kurang jelas menangkap maksud Ibu.
Mbak moderator, apakah boleh dibantu sedikit memperjelas buat saya.

Forwarded message: Indria Ratna Hapsari
Sebentar pak..

Forwarded message: Anton Subagiyanto
Atau mungkin Bu Zakiya supaya lebih jelasnya bisa japri saya saja. Bagaimana baiknya mbak moderator saja.

Forwarded message: Indria Ratna Hapsari
Zakiyah bisa tolong untuk dijelaskan lebih lanjut disini?

Forwarded message: Zakiyah Umami
Kalau perusahaan tdk menerapkam kompetensi berbasis SKKNI sementara ada karyawan yg ingin bersertifikat tsb apakah bisa pak,mengingat ada langkah2 yg hrs dilakukan dlm implementasi SKKNI itu sendiri.
Mudah2n bisa dipahami pak mksd saya,hehehe.

Forwarded message: Anton Subagiyanto
Saya jawab ya mbak moderator
Berati yang dimaksudkan adalah mengikuti uji kompetensi di LSP terkait profesi. Bisa Bu kalau itu yang dimaksudkan.
Saya kembalikan ke mbak Indria

Forwarded message: Indria Ratna Hapsari
Terima kasih pak Anton
Jam 10 lebih sedikit. Sudah saatnya saya menutup kulgram ini. Tapi sebelumnya, saya minta ke pak Anton untuk memberikan kesimpulan. Silahkan..

Forwarded message: Anton Subagiyanto
Kesimpulan sebenarnya sudah banyak dibuat dan bagus oleh mbak Indria tadi selama Kulgram.
Saya menambahkan sedikit saja, bahwa kalau mau implementasi kuncinya adalah di komitmen top management. Yang sebelumnya diikuti oleh siapa inisiatornya. Dan tidak lupa, inisiatornya juga mesti ngerti mau implementasikan apa.
Itu saja.
Saya ucapkan terima kasih atas kesempatan malam ini. Terima kasih kepada mbak Indria yang sudah memoderatori dan terima kasih kepada semua team In-Service dan para anggota Rumah.
Selamat malam, semoga pemaparan saya memberikan manfaat.:pray:

Forwarded message: Indria Ratna Hapsari
Sekali lagi terima kasih banyak pak Anton. Kalau ada rekan2 yang tertarik dengan implementasi SKKNI diijinkan untuk kontak japri?

Forwarded message: Anton Subagiyanto
Silakan japri .. :pray:
Atau bisa melalui rekan-rekan In Service juga

Forwarded message: Indria Ratna Hapsari
Oke. Jadi bisa melalui kita
Dengan ini kulgram saya tutup. Selamat malam :pray:

========== ========== ==========

[Forwarded from Indria Ratna Hapsari]
Selamat sore bapak dan ibu semuanya. Saya akan memforward jawaban dari pertanyaan2 yang masuk ke team In Service pada saat Kulgram pak Anton Subagiyanto mengenai Implementasi Sertifikasi Profesi Berbasis SKKNI di Perusahaan – PT Spindo Tbk.

[Forwarded from Indria Ratna Hapsari]
Maria Devi R @Mariadevi (Delta Group)
Saat ini banyak lembaga yang mengadakan pelatihan berbasis kompetensi, baik itu diadakan per item maupun per sub bidang tertentu,,

Apakah pelatihan semacam itu bisa dijadikan acuan untuk peningkatan kompetensi dalam bidang tertentu, meskipun pelatihan semacam ini tidak mendapat pengawasan dari LSP maupun lembaga resmi lainnya, dan bagaimana pertanggung jawaban moril kita sebagai HR menyikapi hal ini pak?

Jawaban :
Menurut saya pelatihan berbasis kompetensi itu banyak jenisnya, tinggal lembaga tersebut mengacu kepada Standar yang mana ?

Ada 3 standar kompetensi yang berlaku yaitu
1.      Standar Internasional (berlaku secara internasional)
2.      Standar Nasional (berlaku secara nasional)
3.      Standar Khusus (berlaku khusus untuk perusahaan tertentu yang membuat standar tsb)

Sebaiknya sebelum kita mengirim peserta untuk mengikuti pelatihan tersebut maka kita minta informasi secara detail mengenai standar kompetensi apa yang akan digunakan oleh lembaga tsb dan mengacu kemana standarnya ?

Dengan demikian sebagai acuan peningkatan kompetensi kita tidak terkecoh dengan pelatihan tersebut.

Untuk diketahui bahwa LSP tidak mempunyai kewajiban untuk mengawasi lembaga pelatihan, disnaker memiliki kewenangan pengawasan tersebut.

Sebagai orang HR, pertanggungjawaban moril kita kepada karyawan adalah bahwa karyawan harus mendapatkan pelatihan berbasis kompetensi yang benar-benar mengacu kepada Unit Kompetensi jabatannya, yang pada gilirannya akan meningkatkan produktivitas kerja karyawan tersebut.

Terima kasih.

[Forwarded from Indria Ratna Hapsari]
fristia @fristia (pt integriya dekorindo)
terimakasih sblmnya dg penjelasan bapak. yg ingin sy tanyakan. jika tahapan yg paling mendasar tidak ada baik inisiator tdk ada, dan komitmen top management apalagi. kita yg berada di level manager lini (tengah) apa yg bisa dilakukan ? sementara perkembangan msdm sdh smakin kompetitif. mohon masukan sbg praktisi. terimakasih byk.

Jawaban :
Kalau memang Inisiator dan Komitmen Top Management tidak ada, maka pertanyaan mendasar saya apakah bu Fristia bersedia menjadi Inisiator ?

Kalau bersedia akan saya sediakan waktu untuk benchmark ke PT. Spindo,Tbk dan dibimbing dengan para Manager saya untuk mengenal lebih jauh apa itu SKKNI dan bagaimana implementasinya.

Kalau tidak bersedia maka masukan saya, sebaiknya bu Fristia sebagai Manager HR bisa mengambil inisiatif untuk mengundang para Manager Lini lainnya guna membahas Kompetensi Karyawan.

Perlu diingat bahwa kompetensi karyawan adalah tanggung jawab semua manager lini, bukan semata-mata tanggung jawab Manager HR saja. Dan paradigma yg salah selama ini harus kita luruskan dulu bersama dengan para manager lini, yang biasanya hanya pasrah “bongkokan” saja kepada Manager HR terhadap masalah ketenagakerjaan.

Jadi sebelum masuk kepada masalah Perkembangan Tenaga Kerja yang semakin kompetitif maka mereka (para manager) harus paham dulu peran mereka sebagai HR Manager Lini yang berkewajiban untuk mencetak tenaga kerja yang kompeten dibawahnya.

Dan dalam kenyataannya bila tidak didukung oleh komitmen top manajemen maka apa yang dikatakan oleh orang HR tentang TK kompeten hanya dianggap angin lalu oleh para Manager Lini, dan umumnya mereka bilang itu urusan orang HR.

Jadi menurut saya bila tidak ada 2 faktor yaitu “inisiator” dan “komitmen top manajemen”, maka bu Fristia akan membutuhkan effort yang sangat besar untuk menyiapkan TK kompeten di perusahaan.

Demikian masukan saya, terima kasih.

[Forwarded from Indria Ratna Hapsari]
Lavinia @vinabudiyanto (Baramutiara Prima)
Menurut pengalaman pak Anton, berapa lama waktu yang dibutuhkan untuk membuat job description dan sebaiknya apa saja langkah yang harus dijalani agar dapat membuat job description yang komprehensif ?

Jawab :
Kalau mengikuti aturan maka membuat jobdes yang sebenarnya membutuhkan waktu yang lama, yaitu mulai dari membentuk team, job interview, job analisis sampai ketemu jobdes. Saran saya yang paling cepat adalah benchmark kepada perusahaan2 yang kita kenal baik dan kita bisa contoh sana sini sesuai kebutuhan perusahaan kita secara komprehensif, dan itu yang saya lakukan, cepat dan murah hehe….

Terima kasih.

[Forwarded from Indria Ratna Hapsari]
Terima kasih kepada pak Anton yang telah meluangkan waktu untuk menjawab pertanyaan yang masuk ?